Mampukah Teori Belajar Behavioristik Kembangkan HOTS pada Pembelajaran Sejarah ?


HOTS (Higher Order Thinking Skil) menjadi semakin trendy belakangan ini. HOTS ini semacam mahkota tingkat berfikir manusia, dia yang tertinggi. Sebelum lahir teori belajar yang banyak dipakai oleh praktisi pendidikan kini,  da teori yang sebenarnya menjadi salah satu acuan atau alasan kenapa kemudian bermunculan teori beajar lainnya. Teri belajar yang dimaksud adalah behavioristik. 

Lebih lanjut, dengan kelebihan dan kelemahan teori belajar behavioristik, apakah bisa diterapkan untuk pembelajaran sejarah yang mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis?”. 

Dalam sejarahnya, teori ini begitu kental hidup dalam kurikulum pada jaman Orde Baru. Kenyataannya, walaupun model CBSA yang mulai fokus bahwa murid sebagai subyek belajar dan mementingkan proses, tetap saja sifat satu arah dan teacher centered (kekurangan teori behavioristik)  mendominasi pembelajaran sejarah. Guru tidak mampu dengan baik mewujudkan semangat ‘Kurikulum 1975 yang disempurnakan”  ini, tentunya sama tidak mampunya guru “melawan” asupan politik pendidikan pemerintah Orba kala itu. Alhasil, doktrinasi yang muncul, dan bukan berfikir kritis. Namun, ada beberapa bagian yang dapat membantu proses HOTS.

Menurut saya, jika diletakkan pada bagian untuk kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis, posisi teori behavioristik adalah lemah. Untuk terjadinya pembelajaran sejarah kepada siswa, teori behavioristik ini dapat ditempatkan guna memberikan stimulus di awal proses HOTS (high order thinking skill), dan membantu penguatan materi-materi secara detail, bukankah dalam buku Kuntowijoto “Pengantar Ilmu Sejarah”, dinyatakan bahwa History is a Master of Detail. Detailnya ini juga berguna dalam penyusunan kronologis, yang salah satunya menjadi “tulang punggung” pembelajaran sejarah.

Selanjutnya, teori Behavioristik ini dapat membangun karakter saling menghargai, yakni menyoal reward (penghargaan). Jika siswa menghasilkan karya dengan taraf HOTS, maka guru memberikan pujian. Selain itu, kelebihan teori Behavioristik dapat membawa siswa agar konsentrasi berfikir. Ini dapat menjadi modal membangun proses HOTS.

Dengan demikian, saya berpendapat bahwa tidak 100%, teori tersebut total tidak dapat diterapkan dalam proses HOTS. Ada beberapa bagian, khususnya kelebihan teori Beahvioristik, berguna untuk mendukung terjadinya proses HOTS. Guru yang jelih akan menentukan proses ini berlangsung tepat. Guru professional dibutuhkan pada bagian ini…

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama