#13 - Amiriyah dan Giyanti

 #13 -  Amiriyah dan Giyanti



Oleh

Sucipto Ardi


Barangkali tidak banyak dalam sejarah tentang peristiwa perang hingga 3 episode, terlebih ada negara yang semuanya ikut menjadi pemain dan 2 episode terakhir menjadi aktor utamanya. Sejarah mencatat bahkan pertelevisian dunia menyiarkannya secara live perang yang berlangsung di bekas wilayah Kerajaan Babylonia, dimana Amerika Serikat (AS) selalu terlibat. Ada Perang Teluk I ketika Irak berperang dengan Iran, lalu Perang  Teluk II yang memicu solidaritas dunia yang digalang oleh AS karena Irak menginvasi negara tetangganya, Kuwait, dan awal milenium saat Irak diserang oleh Amerika dan sekutu-sekutunya.

Dalam Perang Teluk II, Irak dengan mengerahkan 100.000 prajuritnya, 2.000 tank, dan beberapa jet tempur menyerang Kuwait. Dalam waktu 2 hari, seluruh wilayah Kuwait dikuasai oleh Irak. Rakyat terisolasi dan warga negara asing terjebak dalam kecamuk perang. Selain kepongahan Saddam Husein yang menggila, AS sekonyong-koyong kemudian menjadi “polisi dunia”. PBB seakan tidak memiliki taji, resolusi mengecam invasi hingga keharusan Irak angkat kaki atau dilakukan aksi militer, terlihat atas desakan deras dari AS. PBB dinilai banyak kalangan menjadi alat hegemoni AS. Sudah dapat ditebak, akhirnya AS “jalan sendiri dengan caranya sendiri”. AS kemudian membangun koalisi internasional dengan menggalang kekuatan multinasional yang mampu menarik simpati 32 negara untuk “menghukum Irak” dengan cara menyerang guna mengembalikan ke titik semula sebelum invasi terjadi. Dibawah kendali AS perang dimulai. Pasukan koalisi multinasional  membombardir kekuatan Irak yang beberapa minggu lalu telah menguasai wilayah Kuwait, khususnya ladang minyak Rumailah dan Pulau Babiyyan. 

Tidak hanya menyerang Irak diposisi wilayah yang diinvasi, ternyata AS menyerang ke dalam negeri 1001 malam itu. Di tengah perang teluk, jet tempur AS melontarkan 2 bom pintar yang di pandu laser lalu menghantam penampungan Amiriyah di Baghdad. Pihak AS melalui pejabat Pentagon mentakan bahwa tempat tersebut sebagai pos komando alternatif oleh Irak. Selanjutnya, Saddam Husein dituduh menempatkan orang-orang disana memang disengaja dikondisikan sebagai “perisai manusia”. Apapun retorika dimasa perang itu, warga sipil yang menjadi korbannya. Peristiwa pada 13 Februari 1991 ini telah menewaskan 408 orang dan korban mayoritas ialah perempuan dan anak-anak.



Banyak negara bereaksi atas kejadian yang disebut sebagai bentuk “pembantaian berdarah yang mengerikan”. Salah satunya ialah negara Yordania dan Spanyol. Keduanya menyerukan agar diadakan mekanisme penyelidikan internasional atas pemboman Amiriyah di Baghdad. Selanjutnya pihak Spanyol mendesak AS untuk mengalihkan serangannya dari Irak sendiri, dan sebaliknya berkonsentrasi pada Kuwait yang diduduki. Kekhawatiran ini terjadi karena dunia seakan diam seribu bahasa, dan boleh jadi jika tidak didesak maka AS akan melewati batas kewenangan PBB dan campur tangan lebih jauh lagi dalam Perang Teluk II. 

Mundur 2 abad di wilayah Indonesia seperti sekarang ini, contoh nyata campur tangan asing pernah terjadi dalam perjalanan sejarah di Nusantara ini. Perjanjian Giyanti adalah contoh sejarah campur tangan pihak asing di wilayah Indonesia kini. Terlepas apakah Belanda melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) itu “diundang” oleh kaum bangsawan atau tidak, nyatanya di tanggal yang sama dengan dijatuhkannya 2 bom di Amiriayah, 13 Februari di tahun 1755 lahirlah Perjanjian Giyanti.

Perjanjian tersebut merupakan kesepakatan antara VOC, pihak Kesultanan Mataram yang diwakili Sunan Pakubuwana III, dan kelompok Pangeran Mangkubumi. Melalui perjanjian ini, maka wilayah Mataram kemudian bagi menjadi dua. Untuk kawasan di sebelah timur Sungai Opak (yang melintasi daerah Prambanan sekarang) maka dikuasai oleh pewaris takhta Mataram yakni Sunan Pakubuwana III, dan tetap berkedudukan di Surakarta. Kawasan di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) maka dikuasai oleh Pangeran Mangkubumi yang sekaligus diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I dan berkedudukan di Yogyakarta.

Nama Giyanti dalam perjanjian ini diambil dari lokasi penandatanganan, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Belanda) yang sekarang terletak di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo, sebelah tenggara Karanganyar, Jawa Tengah. Perjanjian Giyanti adalah sebuah syair dalam bentuk tembang puisi tradisional Jawa (Macapat). Pengarangnya ialah Yasadipura bertarikh 13 Februari 1755. 

Dengan demikian, Perjanjian Giyanti menghasilkan Kerajaan Mataram yang terpecah belah. Dilihat dari sisi de facto juga de jure, maka Perjanjian  Giyanti menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang sepenuhnya independen. Campur tangan lebih jauh oleh pihak asing seringkali tidak menguntungkan kepentingan domestik. Belajar dari sejarah ini mengharuskan kita sebagai bangsa agar bertindak dengan cakap dan bijak dalam mengambil keputusan. Masa depan generasi Indonesia, anak cucu bangsa ini menjadi pertimbangan utama jangan hanya mementingkan hari ini saja. Melihat kisah ini lebih dalam, adalah layak dihadirkan ke peserta didik dengan pesan utama ialah cintai tanah air, berdikari (berdiri di kaki sendiri)/mandiri, serta cakap dan bijak dalam mengambil keputusan. Pikirkan matang-matang masa depan anak cucu bangsa kita ini, bangsa Indonesia!.



Sumber:

https://www.republika.co.id/berita/p42bpg377/sejarah-hari-ini-jet-as-bom-kamp-irak-314-orang-tewas

https://bagikanberita.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-681425794/bom-meledak-hancurkan-penampungan-amiriyah-baghdad-saat-perang-teluk-i-400-warga-tewas-pada-13-februari-1991

https://tirto.id/belanda-membelah-jawa-dengan-perjanjian-giyanti-cEpq

https://www.krjogja.com/berita-lokal/diy/yogyakarta/perjanjian-giyanti-13-februari-mataram-pecah-jadi-yogyakarta-dan-surakarta/





6 Komentar

  1. Sangat bermanfaat, semangat pak..

    BalasHapus
  2. Bisa jadi literasi untk memperdalam materi masa kolonial di Indonesia

    BalasHapus
  3. Materi sangat kreatif dan informatif, dimana kali ini tema yang di ambil merupakan sejarah tentang Perang Teluk I ketika Irak berperang dengan Iran, lalu Perang Teluk II yang memicu solidaritas dunia yang digalang oleh AS karena Irak menginvasi negara tetangganya, Kuwait, dan awal milenium saat Irak diserang oleh Amerika dan sekutu-sekutunya. Serta adanya perjanjian giyanti yang mana nama tersebut diambil dari lokasi penandatanganan, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Belanda) yang sekarang terletak di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo, sebelah tenggara Karanganyar, Jawa Tengah.

    BalasHapus
  4. Materi ini sangat informatif. Banyak hal-hal yang memang belum diajarkan kepada pelajar di Indonesia tentang perjanjian Giyanti secara mendetil. Sangat menambah wawasan.

    BalasHapus
  5. Artikel ini dikemas dengan penulisan yang sangat menarik! Saya jadi lebih mengetahui tentang perang antara Irak dengan beberapa negara, dan keterlibatan AS di dalamnya, serta saya jadi lebih mengetahui tentang apa itu perjanjian Giyanti.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama